Sabtu, 24 September 2011
hikmah isra' Mi'raj
Bicara mengenai sholat, tak lepas dari peristiwa besar yang dialami Rasulullah SAW ketika diisra’kannya beliau dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsa di Palestina dan dimi’rajkannya beliau dari Masjidil Aqsa menuju sidratul muntaha. Amanah yang besar akan disampaikan Allah SWT kepada Rasulullah SAW yaitu amanah shalat lima waktu. Jika sebagian besar wahyu yang disampaikan kepada Rasulullah SAW selalu melalui perantara Malaikat Jibril maka wahyu tentang sholat lima waktu disampaikan langsung oleh Allah SWT tanpa perantara Malaikat Jibril. Apa hikmah yang dapat diambil dari peristiwa Isra’ mi’raj ini.
Pertama, tentunya bahwa sholat adalah suatu amanah yang sangat besar. Bagaimana tidak, Allah langsung memberikan perintah sholat tanpa perantara malaikat. Sahabat Ali Ra., pernah dijumpai gemetar tubuhnya ketika akan melaksanakan sholat. Kemudian sahabatnya bertanya,
“Ada apa dengan engkau wahai Ali? Apakah kurang enak badan?”
Ali menjawab,
“Inilah amanah dimana gunung meledak, bumi berguncang, laut meluap dan langit runtuh tak kuasa menerima amanah ini, sementara manusia adalah makhluk sombong lagi lemah.”
Hal ini mengisyaratkan bahwa perintah sholat bukan perkara main-main. Sholat adalah pembeda muslim dan kafir, sholat adalah amalan pertama yang akan dihisab nanti di yaumul akhir.
Kemudian, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dalam hadistnya, sebelum Rasul Muhammad SAW diangkat menuju sidratul muntaha, Jibril membelah dada beliau dari tenggorokan hingga perut bagian bawah lalu isi perut dan hati beliau dicuci dengan air zam-zam kemudian diisi dengan kebijaksanaan (hikmah) dan keimanan. Ini menunjukkan bahwa ibadah sholat tidak hanya menuntut kebersihan lahir saja namun kebersihan batin juga harus diperhatikan.
Saat ini ketika bulan Rajab datang, banyak kita jumpai saudara-saudara kita melaksanakan perayaan yang cukup meriah di masjid-masjid dalam rangka memperingati Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Pengajian dilaksanakan dengan mengundang penceramah yang cukup populer di masyarakat. Undangan disebar dimana -mana sehingga ketika pelaksanaan peringatan tiba, ratusan bahkan ribuan mukminin menghadiri acara tersebut. Hingar bingar acara pengajian menyelimuti seluruh kampung sampai acara usai. Namun kemudian setelah itu, kita lihat masjid masih saja sepi. Kita masih terjebak dalam simbolisasi semata tanpa bisa mengambil substansi yang terkandung di dalamnya.
Peristiwa Isra’ Mi’raj seharusnya menjadi momentum bagi kaum muslimin untuk selalu memperbaiki kualitas sholat setiap saat. Momentum untuk selalu menginstropseksi diri apakah sholat yang telah kita lakukan sudah memenuhi standar dihadapan Allah? Barangkali sholat kita baru memenuhi tingkatan menggugurkan kewajiban saja belum mencapai tingkatan bahwa sholat adalah kebutuhan. Lahir yang tampak sholat namun batinnya entah kemana.
Tak kalah penting, peristiwa Isra’ Mi’raj adalah momentum kebangkitan umat karena salah satu pilar kebangkitan Islam adalah sholat “Assholatu ‘imadduddin.” Jika kuantitas serta kualitas sholat kaum muslimin semakin menurun lalu dengan apa lagi Addiin ini akan ditopang. Pantaslah jika saat ini musuh-musuh Islam masih “di atas angin” menghadapi kaum muslimin.
“Kaum muslimin tidak akan menang melawan kafir sebelum masjid-masjid dipenuhi jama’ah sholat hingga jama’ah sholat subuh sama dengan jumlah jama’ah sholat Jum’at” begitu kata mereka.
Astaghfirullahal ‘adzim, Astaghfirullahal ‘adzim, Astaghfirullahal ‘adzim.
Wallahua’lam bishowab
sumber : http://fajaralayyubi.wordpress.com/2010/07/09/262/
Pertama, tentunya bahwa sholat adalah suatu amanah yang sangat besar. Bagaimana tidak, Allah langsung memberikan perintah sholat tanpa perantara malaikat. Sahabat Ali Ra., pernah dijumpai gemetar tubuhnya ketika akan melaksanakan sholat. Kemudian sahabatnya bertanya,
“Ada apa dengan engkau wahai Ali? Apakah kurang enak badan?”
Ali menjawab,
“Inilah amanah dimana gunung meledak, bumi berguncang, laut meluap dan langit runtuh tak kuasa menerima amanah ini, sementara manusia adalah makhluk sombong lagi lemah.”
Hal ini mengisyaratkan bahwa perintah sholat bukan perkara main-main. Sholat adalah pembeda muslim dan kafir, sholat adalah amalan pertama yang akan dihisab nanti di yaumul akhir.
Kemudian, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dalam hadistnya, sebelum Rasul Muhammad SAW diangkat menuju sidratul muntaha, Jibril membelah dada beliau dari tenggorokan hingga perut bagian bawah lalu isi perut dan hati beliau dicuci dengan air zam-zam kemudian diisi dengan kebijaksanaan (hikmah) dan keimanan. Ini menunjukkan bahwa ibadah sholat tidak hanya menuntut kebersihan lahir saja namun kebersihan batin juga harus diperhatikan.
Saat ini ketika bulan Rajab datang, banyak kita jumpai saudara-saudara kita melaksanakan perayaan yang cukup meriah di masjid-masjid dalam rangka memperingati Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Pengajian dilaksanakan dengan mengundang penceramah yang cukup populer di masyarakat. Undangan disebar dimana -mana sehingga ketika pelaksanaan peringatan tiba, ratusan bahkan ribuan mukminin menghadiri acara tersebut. Hingar bingar acara pengajian menyelimuti seluruh kampung sampai acara usai. Namun kemudian setelah itu, kita lihat masjid masih saja sepi. Kita masih terjebak dalam simbolisasi semata tanpa bisa mengambil substansi yang terkandung di dalamnya.
Peristiwa Isra’ Mi’raj seharusnya menjadi momentum bagi kaum muslimin untuk selalu memperbaiki kualitas sholat setiap saat. Momentum untuk selalu menginstropseksi diri apakah sholat yang telah kita lakukan sudah memenuhi standar dihadapan Allah? Barangkali sholat kita baru memenuhi tingkatan menggugurkan kewajiban saja belum mencapai tingkatan bahwa sholat adalah kebutuhan. Lahir yang tampak sholat namun batinnya entah kemana.
Tak kalah penting, peristiwa Isra’ Mi’raj adalah momentum kebangkitan umat karena salah satu pilar kebangkitan Islam adalah sholat “Assholatu ‘imadduddin.” Jika kuantitas serta kualitas sholat kaum muslimin semakin menurun lalu dengan apa lagi Addiin ini akan ditopang. Pantaslah jika saat ini musuh-musuh Islam masih “di atas angin” menghadapi kaum muslimin.
“Kaum muslimin tidak akan menang melawan kafir sebelum masjid-masjid dipenuhi jama’ah sholat hingga jama’ah sholat subuh sama dengan jumlah jama’ah sholat Jum’at” begitu kata mereka.
Astaghfirullahal ‘adzim, Astaghfirullahal ‘adzim, Astaghfirullahal ‘adzim.
Wallahua’lam bishowab
sumber : http://fajaralayyubi.wordpress.com/2010/07/09/262/
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar